Search

Wednesday, January 20, 2010

MADE in CHINA membanjiri negara beribukota Jakarta

PRODUK industri dari China yang membanjiri Indonesia bisa mematikan industri berbasis rakyat di Indonesia pas-caimplementasi free trade agreement (FTA) ASEAN-China yang mulai berlaku 1 Januari 2010. Pada era tahun 1970-an produk China yang diimpor hanya produk yang tidak bisa dibuat di Indonesia, tapi saat ini semua produk China masuk ke Indonesia. hampir 60% produk tekstil China menguasai pasar di Indonesia. Bahkan, produk mainan anak-anak asal China pun telah menjadi mayoritas, Produk impor China harganya sangat murah, produk lokal Indonesia kalah bersaing dan akan mati secara perlahan-lahan.Dengan implementasi FTA, kondisi sektor riil Indonesia akan makin terpuruk. Ini tidak baik bagi industri kerakyatan.

Hal ini tanpa disadari disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya:
  • Indonesia belum maksimal memanfaatkan hak-hak dalam perjanjian perdagangan bebas. Hal ini diakui pemerintah lantaran rendahnya sosialisasi dari seluruh birokrasi terkait.
  • Penyebab terbesar ketimpangan neraca perdagangan non-migas antara China dan Indonesia adalah tingkat kompetitif bisnis ekonomi Indonesia yang rendah dibanding China. China unggul dalam berbagai faktor produksi barang dan jasa dibanding Indonesia. Dengan upah tenaga kerja yang hampir sama, buruh China bekerja lebih efisien, ulet dan telaten serta keahlian yang lebih memadai
  • prinsip liberalisme yang menyetujui perjanjian pasar bebas antara ASEAN dan China yang menyebabkan semua produk China bebas masuk ke pasar negara-negara anggota ASEAN.
  • karena kurangnya dukungan pemerintah, Persoalan infrastruktur yang menyebabkan biaya tinggi pada distribusi bahan baku dan ekspor produk, misalnya suku bunga bank yang tinggi,kurs rupiah terhadap dolar yang tidak stabil, dan birokrasi yang tidak efisien. Kondisi tersebut menyebabkan faktor produksi menjadi mahal sehingga harga jual produk menjadi tidak kompetitif. Cina menjual produknya dengan harga penetrasi dumping terhadap pasar-pasar alternatif di dunia, termasuk Indonesia setelah permintaan pasar utama mereka seperti Eropa dan Amerika Serikat merosot tajam akibat krisis ekonomi global.
  • Cina mengalami tekanan dari dunia agar mau mengambangkan nilai mata uangnya yang dinilai dipatok terlau rendah. Pematokan nilai yuan yang sudah dilakukan semenjak tahun 1994 diprotes karena dianggap sebagai penyebab utama miringnya harga produk-produk Cina di pasaran dunia. Kekhawatiran tersebut memang beralasan melihat hampir dapat dikatakan produk-produk China medominasi pasar dunia mulai dari sekedar peniti sampai perangkat elektronika canggih. Ternyata selain karena aliran modal asing dan teknologi tinggi, yang justru sangat menarik dari pengalaman Cina adalah besarnya peran Usaha Kecil dan Menegah (UKM) dan bisnis swasta daerah yang disebut sebagai Township and Village Enterprises (TVEs) dalam menopang kekuatan ekspornya.

Akibatnya Seiring pelaksanaan kesepakatan perdagangan bebas intra-ASEAN , Indonesia hanya akan menjadi negara konsumen. Pelaksanaan ini membuka pintu masuk bagi produk impor, khususnya dari China, yang lebih murah dan berdaya saing. jika Indonesia menjadi negara konsumen, maka investasi asing dan dari dalam negeri justru akan semakin berkurang. Para investor asing (multinational company) kemungkinan akan menginvestasikan dana di China atau di Vietnam ketimbang Indonesia. Itu tentunya menjadikan China dan Vietnam sebagai basis produksi dan mengekspor produknya ke Indonesia yang selama ini dikenal sebagai pangsa pasar potensial. pelaksanaan CAFTA juga mengancam keberlangsungan industri yang selama ini berorientasi ke pasar dalam negeri. Dampaknya akan memicu meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). usaha kecil dan menengah (UKM) di dalam negeri yang mengandalkan pasar lokal akan kalah bersaing dengan produk China yang membanjiri pasar Indonesia. Pemerintah harus mendorong penguatan industri di dalam negeri, seiring negosiasi di forum ASEAN dan China untuk penundaan terhadap sejumlah sector.

No comments:

Post a Comment