Search

Friday, May 21, 2010

Krisis Moneter Negara Indonesia tahun 1990-an



A. Sejarah Krisis Moneter tahun 1990-an

Sampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki "current account deficit" dan perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.

Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting, mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya pada 1990-an. Importir Barat mencari pemroduksi yang lebih murah dan menemukannya di Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar. Krisis Asia dimulai pada pertengahan 1997 dan mempengaruhi mata uang, pasar bursa dan harga aset beberapa ekonomi Asia Tenggara. Dimulai dari kejadian di Amerika Selatan, investor Barat kehilangan kepercayaan dalam keamanan di Asia Timur dan memulai menarik uangnya, menimbulkan efek bola salju.

Banyak pelaku ekonomi, termasuk Joseph Stiglitz dan Jeffrey Sachs, telah meremehkan peran ekonomi nyata dalam krisis dibanding dengan pasar finansial yang diakibatkan kecepatan krisis. Kecepatan krisis ini telah membuat Sachs dan lainnya untuk membandingkan dengan pelarian bank klasik yang disebabkan oleh shock resiko yang tiba-tiba. Sach menunjuk ke kebijakan keuangan dan fiskal yang ketat yang diterapkan oleh pemerintah pada saat krisis dimulai, sedangkan Frederic Mishkin menunjuk ke peranan informasi asimetrik dalam pasar finansial yang menuju ke "mental herd" diantara investor yang memperbesar resiko yang relatif kecil dalam ekonomi nyata. Krisis ini telah menimbulkan keinginan dari pelaksana ekonomi perilaku tertarik di psikologi pasar.


B. Indikator Krisis Moneter tahun 1990-an

Belum pernah Indonesia di masa Orde Baru mengalami krisis ekonomi yang begitu dahsyat seperti terjadi di semester kedua tahun 1997 ini. Anehnya, dampak pada kehidupan sosial masih belum terlalu terasa. Krisis mata uang yang menimpa ekonomi kita ini juga tidak, atau kurang, disebabkan oleh kelemahan-kelemahan ekonomi atau kebijakan pemerintah secara langsung.
Pada permulaannya, kita kena imbas dan krisis di Bangkok. Krisis yang melanda Asia Tenggara, bahkan sampal menyentuh Korea Selatan, dipicu oleh larinya modal pinjaman dan modal portfolio (yang paling ganas adalah "hedge funds") yang datang dan luar. Modal ini, berbondong-bondong masuk Asia Tenggara dan Timur sejak pertengahan dasawarsa delapanpuluhan. Negara-negara Asia ini menarik sebagai emerging economies yang dinamis, yang laju pertumbuhannya tinggi. Maka prospek keuntungan juga bagus.

Karena besarnya pemasukan modal dan luar ini maka defisit neraca berjalan membengkak, di Thailand sampai 7% dan PDB. Di Indonesia hanya separohnya. Sebelumnya, angka 2% PDB merupakan patokan batas aman bagi defisit neraca berjalan itu. Maka pemodal (non-FDI) dari luar negeri sebetulnya ikut bertanggungjawab atas boom dan bust yang terjadi. Tetapi kepanikan mereka lalu dukuti oleh kalangan-kalangan dalam negeri. Kurs mata uang jatuh. Diukur dan mata uang nasional maka jatuhnya sampai dua kali. Tetapi jatuhnya rupiah menjadi yang terdalam. Dari Rp 2.450 pada Juni 1997 menjadi lebih dan Rp 6.000 menjelang akhir tahun ini. Di Thailand baht mulai 26 per dollar, akan tetapi sekarang dibawah 50. Ringgit Malaysia tidak kehilangan nilai terlalu banyak. Begitu pula peso Filipina.

Maka yang harus dicari sebabnya adalah jatuhnya nilai Rupiah yang terbesar karena keadaan ekonomi umum tidak separah di Thailand. Keterangan yang paling masuk akal adalah krisis kepercayaan mulai melanda Indonesia. Krisis in mempunyai dimensi politik, artinya menyangkut kepercayaan kepada keadaan serta hari depan politik, terutama setelah Presiden perlu istirahat yang tidak ditegaskan oleh komunike dokter apa sakitnya. Kekurangan transparansi yang meliputi kepemerintahan Orde Baru ikut memperparah krisis kepercayaan.
Apa prospek tahun 1998 ? Sangat buruk. Dengan kurs Rupiah di atas Rp 5.000 per dollar maka banyak sekali perusahaan akan mengalami krisis keuangan dan bankrut. Banyak proyek sudah dan masih akan dihentikan karena modalnya kurang dan prospek pasarnya menjadi suram. Pengangguran akan bertambah dengan ratusan ribu. Ini akan terjadi juga di Thailand, dan juga terjadi di Meksiko di tahun 1995, tahun pertama krisis yang serupa. Krisis ekonomi Indonesia bahkan dibuat lebih parah lagi oleh dampak kekeringan panjang, debu dan kebakaran hutan yang merusak beberapa tanaman komoditi, seperti tembakau, kelapa sawit dan coklat. Panen padi pun menurun 4% sehingga memerlukan impor.

Krisis sosial dan krisis politik yang mengancam keutuhan bangsa karena meledak bersamaan dengan krisis moneter 1997 bertambah parah karena selama lebih dari 3 dekade sistem pemerintahan yang sentralistik telah mematikan daya kreasi daerah dan masyarakat di daerah-daerah. Desentralisasi dan Otonomi Daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan ekonomi, sosial-budaya, dan politik daerah, menghadapi hambatan dari kepentingan-kepentingan ekonomi angkuh dan mapan baik di pusat maupun di daerah. Ekonomi Rakyat di daerah-daerah dalam pengembangannya memerlukan dukungan modal, yang selama bertahun-tahun mengarus ke pusat karena sistem perbankan sentralistik. Modal dari daerah makin deras mengalir ke pusat selama krisis moneter. Undang-undang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dikembangkan melalui kelembagaan ekonomi dan keuangan mikro, dan peningkatan kepastian usaha di daerah-daerah. Kepastian usaha-usaha di daerah ditingkatkan melalui pengembangan sistem keuangan Syariah dan sistem jaminan sosial untuk penanggulangan kemiskinan, dan pengembangan program-program santunan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Krisis Moneter juga menciptakan suasana ketergantungan ekonomi Indonesia pada kekuatan kapitalis luar negeri, lebih-lebih melalui cara-cara pengobatan Dana Moneter Internasional (IMF) yang tidak mempercayai serta mempertimbangkan kekuatan ekonomi rakyat dalam negeri khususnya di daerah-daerah.

Harapan yang kini muncul adalah agar krisis moneter 1997 mampu membawa kapitalisme di Asia Timur dan Asia Tenggara memasuki milenium ketiga dengan sebuah wajah baru, di mana koreksi terhadap rasionalitas formal pelaku ekonomi dimungkinkan oleh intervensi struktural sebuah pemerintahan yang transparan dan demokratis dalam mekanisme pasar.


C. Dampak Sosial Krisis Moneter tahun 1990-an

Krisis perekonomian yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 di Indonesia telah menimbulkan dampak sosial yang luas di masyarakat. Dampak tersebut diantaranya dirasakan di bidang ekonomi secara umum, politik dan budaya.

Seperti yang telah kita ketahui sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia di dera krisis perekenomian – yang sebenarnya adalah akumulasi persoalan di masa lalu yang memuncak seiring dengan terjadinya krisis regional di hampir semua belahan asia. Krisis ditandai dengan menurunnya secara drastis nilai tukar rupiah terhadap dollar, sehingga membuat kinerja perekonomian Indonesia yang banyak mengandalkan utang dalam dollar, tapi pemasukan dalam rupiah menjadi “collapse”. Kondisi perekonomian yang “sempoyongan” ini merambah kesemua sektor; likuidasi beberapa bank, penutupan beberapa perusahaan, PHK besar-besaran, harga-harga sembako melonjak.

Krisis ekonomi (Krismon) ini mau tak mau memicu krisis sosial; kriminilitas melonjak, kekerasan kolektif meningkat. Krisis sosial juga memicu krisis politik; Soeharto mulai kehilangan legitimasi politik.

Krisis, dapat kita bedakan menjadi dua kelompok. Pertama, yang percaya bahwa krisis itu disebabkan oleh unsur eksternal, yaitu perubahan sentimen pasar uang secara cepat yang menimbulkan panik finansial. Panik finansial ini dengan proses penularan (contagion) menjadi krisis . Kedua, yang berpendapat bahwa krisis timbul karena adanya kelemahan struktural di dalam perekonomian nasional, dalam sistim keuangan atau perbankan dan praktek kapitalisme kroni atau kapitalisme ‘ ersatz’ .
Krisis di Indonesia merupakan kombinasi dari adanya gejolak eksternal melalui dampak penularan (contagion) pada pasar finansial dengan ekonomi nasional yang mengandung berbagai kelemahan struktural, yaitu sistim perbankan dan sektor riilnya. Dalam perkembangannya krisis ekonomi menjalar ke krisis sosial-politik karena kelemahan pada sistim sosial-politik Indonesia.


D. Pemulihan Krisis Moneter tahun 1990-an

Bagaimana Indonesia keluar dari krisis? Pembahasan ini tidak dapat dipisahkan dari proses terjadinya krisis itu sendiri. Perkembangan dari suatu gejolak menjadi krisis, dan dari krisis yang satu ke yang lain telah melalui proses dari timbulnya masalah, langkah-langkah mengatasi masalah (policy responses) dan reaksi dari pasar serta masyarakat, baik di dalam negeri maupun di luar, semuanya telah tercampur. Berbagai pelajaran telah dapat dipetik, baik dari mengidentifikasi sebab-musababa maupun sifat dari krisis dan efektif tidaknya langkah mengatasi masalah yang diambil. Dalam kaitan ini, harus diterima bahwa delam menghadapi suatu contagion, kata-kata the sooner the better dan the problems usually are bigger than expected, memang sangat tepat. Karena itu untuk keluar dari krisis kita tidak mempunyai kemewahan untuk berlambat-lambat dan karena prosesnya panjang serta berat maka harus berani menerima banyak kekecewaan selama proses tersebut. Ini menuntut kita untuk jangan cepat putus asa. Tetapi jangan juga cepat puas.

Jalan keluar harus disesuaikan dengan masalah yang dihadapi. Karena krisis ini bukan bersifat single variable, maka jalan keluarnya tidak mungkin hanya dari satu aspek saja. Aspeknya banyak, yang satu terkait dengan yang lain, karena itu pendekatannya harus ’sistemik’, dalam keseluuruhan kaitannya. Tidak berati semua harus diselesaikan sekaligus, karena dalam bidang ekonomi saja ada masalah jangka pendek dan jangka panjang, ada mikro dan makro yang semuanya harus diselesaikan. Dalam hal ini pemilihan prioritas dan pentahapan (sequencing ) yang realistis mungkin perlu diperhatikan. Namun dari pelajaran di atas, karena kita harus menerima kekecewaan, maka pendeketan ini harus terus menerus, konsisten tapi fleksibel.

Krisis moneter dan krisis multidimensi yang mencakup berbagai bidang kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat, tidak seharusnya dijadikan alasan ekonomi Indonesia menjadi makin tergantung pada utang dan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri. Sebaliknya, daya tahan ekonomi Indonesia semakin dikukuhkan di perdesaan dan daerah-daerah luar Jawa. Dalam masa dekat hubungan ekonomi pusat-daerah dan antardaerah dalam rangka otonomi daerah ditingkatkan, diserasikan, dan diselaraskan. Peningkatan daya tahan ekonomi nasional yang berlandaskan ekonomi rakyat lebih mendesak ketimbang peningkatan daya saing yang liberal-kapitalistik. Gerakan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat makin digalakkan agar berperan makin besar dalam memajukan perekonomian nasional yang tangguh.

Berbagai langkah keluar yang sudah dilakukan pada dasarnya menyangkut beberapa aspek: kebijakan makro, moneter dan fiskal untuk mengatasi masalah nilai tukar, inflasi dan memburuknya perekonomian, kebijaksanaan restrukturisasi keuangan dan perbankan, termasuk restrukturisasi pinjaman perusahaan dan restrukturisasi perusahaan, kebijaksanaan restrukturisasi sektor riil, kebijakan restrukturisasi kelembagaan, dan penaggulangan dampak sosial krisis dengan program jaringan sosial. Pendekatannya sendiri, dari cara penanggulangan gejolak moneter pada tingkat permulaan sampai meminta bantuan IMF dalam bentul ’stand-by arrangement’ dengan segala aspeknya bisa dibahas secara tersendiri. Posisi Indonesia memang aneh di bandingkan dengan negara-negara lain yang terkena krisis (Korea dan Thailand). Meskipun pada permulaannya langkah-langkah yang digunakan untuk mengatasi masalah berjalan dengan lebih baik dari negara lain, meskipun kondisi permulaannya Indonesia relatif lebih baik, akan tetapi ternyata kondisi Indonesia dalam krisis ini adalah paling buruk dibandingkan dengan negara-negara lain.

Kita juga dapat menggunakan langkah-langkah Kebijakan untuk Mengatasi Krisis Ekonomi, diantaranya :

Bidang moneter: ditempuh kebijakan moneter ketat untuk mengurangi laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang lokal secara berlebihan.
Bidang fiscal: ditempuh kebijakan yang lebih terfokus kepada upaya relokasi pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif kepada kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi.

Bidang pengelolaan (governance): ditempuh kebijakan untuk memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor publik maupun swasta. Termasuk di dalamnya upaya mengurangi intervensi pemerintah, dan monopoli.

Bidang perbankan: ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki kelemahankelemahan sistem perbankan berupa program restrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai dua hal,yaitu: mengatasi dampak krisis dan menghindari terjadinya krisis serupa di masa datang.

No comments:

Post a Comment